Oleh: Agustiana*
Pantaupolitik.com - Pada momentum audiensi antara Serikat Petani Pasundan (SPP) dan Bupati Garut beberapa waktu lalu, muncul pertanyaan dari berbagai pihak tentang posisi serta maksud kehadiran kami.
Terutama berkaitan dengan isu "permohonan izin garapan" terhadap tanah negara yang dikelola oleh rakyat.
Melalui tulisan ini, saya ingin meluruskan sekaligus menegaskan sikap kami.
Sebagai organisasi petani yang lahir dari rahim perjuangan rakyat kecil, Serikat Petani Pasundan tidak pernah, dan tidak akan pernah, meminta "izin garapan" kepada pemerintah.
Kami berpandangan bahwa tanah yang dikelola rakyat, khususnya tanah negara yang tidak terdaftar atas nama perseorangan, adalah tanah ciptaan dan milik Allah SWT yang dikuasai oleh negara demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pemerintah tidak memiliki tanah—ia hanya diberi mandat untuk mengatur, bukan memiliki atau memperjualbelikan.
Karena itu, paradigma bahwa tanah negara adalah tanah milik pemerintah yang bisa diatur dan dialokasikan secara sepihak, harus dikoreksi.
Tanah bukan hanya soal aset atau investasi, tetapi menyangkut kehidupan jutaan petani dan rakyat miskin desa yang hidup dari cangkul dan ladangnya sendiri.
Audiensi yang kami lakukan dengan Bupati Garut, dan sebelumnya dengan pejabat-pejabat lain di level provinsi hingga pusat, bukan untuk memohon atau mengemis izin.
Tapi untuk menyampaikan pemikiran kritis, masukan konstruktif, dan pengingat moral-politik bahwa pemerintah tidak boleh menanggalkan tugas utamanya: melindungi dan membela rakyat.
Petani adalah penopang utama kehidupan bangsa. Tanpa mereka, siapa yang akan menanam, merawat, dan menyediakan pangan di atas meja kita?
Sayangnya, mereka justru kerap dicurigai, distigma sebagai perambah, perusak, atau bahkan penjarah.
Kami menolak tuduhan itu. Pemerintah, khususnya di daerah, wajib hadir melindungi masyarakat, terutama mereka yang tidak terorganisir dalam kekuatan besar dan tidak punya akses kepada jalur hukum dan kebijakan. Mereka yang diam dan patuh bukan berarti tidak punya hak.
Menuduh rakyat sebagai penjahat, padahal mereka sedang berjuang untuk hidup, adalah dosa sosial sekaligus pengkhianatan terhadap mandat rakyat.
Kami di SPP akan terus berdiri di sisi petani. Bersama mereka, kami akan terus menyuarakan keadilan agraria yang sejati: bukan hanya pembagian tanah, tetapi pengakuan atas hak hidup dan martabat manusia di atas tanahnya sendiri. (*)
*Penulis adalah Sekretaris Jenderal (Sekjen) Serikat Petani Pasundan (SPP)
0 Komentar :
Belum ada komentar.