Oleh: Yudi Kardiman*
Upaya pemerintahan baru Kabupaten Garut dalam merealisasikan janji kampanye terus berjalan secara bertahap.
Salah satu janji strategis yang sempat menjadi perhatian publik adalah target membuka 100 ribu lapangan kerja dalam lima tahun masa kepemimpinan.
Sejauh ini, beberapa langkah awal sudah mulai dilakukan, meskipun belum lepas dari sorotan dan evaluasi publik.
Pertama, upaya mendatangkan investor dari Shenzhen, Tiongkok, yang kini tengah diupayakan oleh Aris Kharisma, merupakan bagian dari strategi sektor pengelolaan sampah terpadu. Jika berhasil direalisasikan, proyek ini tidak hanya berkontribusi pada aspek lingkungan hidup, tetapi juga diperkirakan mampu menciptakan lapangan kerja baru di bidang teknis dan operasional.
Kedua, perusahaan PT. Hoga Indonesia tengah menyiapkan ekspansi pabrik di Garut. Menurut informasi awal, proyek ini digadang-gadang berpotensi menyerap sekitar 20.000 tenaga kerja, dengan target jangka menengah. Proyek ini juga dikaitkan langsung dengan agenda membuka lapangan kerja baru.
Sebelumnya, telah beroperasi pula pabrik milik PT. UNI di Garut, yang diklaim telah menyerap sekira 10.000 tenaga kerja.
Meskipun belum ada verifikasi rinci secara publik terkait data penyerapan ini, kehadiran industri-industri tersebut memang mulai menunjukkan pengaruh terhadap mobilisasi tenaga kerja di tingkat lokal.
Di tengah langkah-langkah ini, sejumlah suara publik mengemuka terkait janji bantuan langsung Rp2 juta per kepala keluarga.
Perlu dicatat bahwa program tersebut memiliki syarat dan ketentuan tertentu yang tidak banyak dijelaskan secara gamblang saat kampanye, sehingga menimbulkan ekspektasi beragam di masyarakat.
Selain itu, janji tentang akses bantuan modal bagi UMKM sebesar Rp2–50 juta juga banyak dipertanyakan. Dalam praktiknya, program Kredit Usaha Rakyat (KUR) memang telah tersedia melalui bank-bank Himbara.
Namun, untuk bisa mengakses KUR, pelaku usaha harus memenuhi sejumlah persyaratan administrasi dan memiliki rekam jejak perbankan yang baik.
Pemerintah daerah memiliki peran penting dalam mendorong pendampingan dan fasilitasi agar pelaku UMKM lokal bisa memanfaatkan peluang ini secara maksimal.
Sementara itu, beberapa rencana terkait perbaikan akses jalan dan infrastruktur strategis lainnya belum dapat terealisasi di tahun 2025. Hal ini disebabkan karena anggaran tahun 2025 sudah disahkan sebelumnya, pada masa Penjabat (Pj) Bupati.
Dengan demikian, rencana pembangunan infrastruktur berskala besar kemungkinan baru akan terlihat dalam tahun anggaran 2026, ketika kebijakan fiskal dan belanja publik bisa disusun sesuai arah pemerintahan baru.
Apa yang kini berlangsung di Garut adalah fase transisi antara harapan publik dan realitas birokrasi.
Beberapa langkah sudah diambil, sebagian masih dalam tahap negosiasi dan persiapan, dan tidak sedikit pula yang menghadapi tantangan struktural.
Dalam konteks ini, perlu pengawalan kritis dan konstruktif, sekaligus memberi ruang bagi proses kebijakan berjalan.
Pemerintah juga dituntut untuk meningkatkan komunikasi publik yang transparan dan faktual, agar ekspektasi masyarakat tidak melampaui batas-batas teknis yang ada.
Janji kampanye Syakur-Putri memang target ambisius. Namun bila dijalankan dengan kerja nyata, keterbukaan, dan sinergi antara publik dan pemerintah, maka target tersebut bukan sesuatu yang mustahil dicapai—secara bertahap dan terukur. (*)
*Penulis adalah warga biasa. Tinggal di Garut.
0 Komentar :
Belum ada komentar.