Pantaupolitik.com – Penolakan keras masyarakat Garut terhadap rencana pemerintah Kota Bandung menjadikan wilayah ini sebagai tempat pembuangan sampah semakin meluas. Kebijakan tersebut dinilai tidak hanya merugikan lingkungan, tetapi juga mengabaikan hak masyarakat Garut untuk terlibat dalam pengambilan keputusan yang berdampak langsung pada kehidupan mereka.
Setiap harinya, puluhan ton sampah dari Kota Bandung direncanakan akan dikirim ke Garut, menimbulkan kekhawatiran serius terkait pencemaran lingkungan, bau menyengat, dan risiko kesehatan. Selain itu, Garut yang dikenal dengan keindahan alamnya dikhawatirkan akan kehilangan daya tariknya akibat kebijakan yang dianggap tidak berkeadilan ini.
Pj Bupati Garut, Barnas Adjidin, menjadi sorotan tajam dalam polemik ini. Keputusan yang diambil tanpa melibatkan masyarakat maupun Dewan Kabupaten Garut memicu kemarahan publik. Ade Sudrajat, tokoh masyarakat Garut, menyampaikan rasa kecewa mendalam atas kebijakan ini. "Kami menolak keras kebijakan ini. Sampah dari luar tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga mencederai rasa keadilan bagi masyarakat Garut yang selama ini menjaga kelestarian wilayahnya," tegas Ade.
Kemarahan masyarakat ini mencuat dalam diskusi publik yang digelar di Sekretariat Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI). Ketua GMBI, Ganda Permana, SH, dengan tegas menyatakan bahwa kebijakan ini melanggar prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. “Pemerintah harus terbuka dan melibatkan masyarakat sebelum mengambil keputusan yang berisiko tinggi. Garut bukan tempat pembuangan masalah dari daerah lain,” tegas Ganda.
Selain menyoroti aspek keadilan, isu lingkungan menjadi perhatian besar dalam penolakan ini. Pemerhati lingkungan, Tedi Sutardi, mengungkapkan bahwa pembuangan sampah dalam skala besar berpotensi mencemari tanah dan air di Garut. “Sampah bukan hanya soal bau atau estetika, tetapi juga masalah keberlanjutan. Jika tidak dikelola dengan benar, pencemaran ini akan berdampak jangka panjang pada kesehatan masyarakat dan ekosistem,” jelas Tedi.
Pemerhati hukum, Indra Kurniawan, SH, juga menilai bahwa keputusan ini dapat melanggar asas-asas hukum yang mengedepankan partisipasi publik. "Kebijakan seperti ini memerlukan konsultasi yang mendalam dengan masyarakat. Jika dipaksakan, ini bukan hanya masalah administratif, tetapi juga pelanggaran hak masyarakat untuk mendapatkan lingkungan yang bersih dan sehat,” ujar Indra.
Penolakan masyarakat Garut menghasilkan tuntutan agar pemerintah Kabupaten Garut segera mengevaluasi dan membatalkan kebijakan tersebut. Masyarakat mendesak agar pemerintah Kota Bandung mencari solusi alternatif yang tidak membebani daerah lain sebagai tempat pembuangan sampah.
“Pemerintah Bandung harus bertanggung jawab atas masalah sampahnya sendiri. Ada banyak opsi pengelolaan sampah modern yang bisa diterapkan tanpa harus mengorbankan daerah lain,” tambah Ganda Permana.
Kesimpulan dari diskusi publik ini menegaskan bahwa masyarakat Garut menolak tegas kebijakan tersebut dan mendesak pemerintah untuk menghentikan rencana pembuangan sampah di wilayah mereka. Penolakan ini bukan hanya soal lingkungan, tetapi juga menyangkut martabat dan hak masyarakat Garut untuk hidup di lingkungan yang bersih dan sehat.
Ke depan, masyarakat berharap pemerintah Kabupaten Garut dapat memperjuangkan kepentingan warganya dengan lebih tegas. Keterlibatan publik dan transparansi dalam pengambilan keputusan harus menjadi prioritas agar kebijakan yang dihasilkan benar-benar mencerminkan keadilan dan keberlanjutan.
Semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat, harus mencari solusi yang lebih bijaksana dalam mengelola sampah, tanpa harus mengorbankan daerah lain sebagai penanggung beban. Garut, dengan keindahan alam dan potensi wisatanya, harus dilindungi demi masa depan yang lebih baik. (*)
0 Komentar :
Belum ada komentar.